Pasien BPJS Kesehatan Kecewa, Minta Dibutakan Matanya

JAKARTA, BLOKBERITA -- Seorang pasien yang menggunakan fasilitas kartu BPJS kesehatan tak kuat lagi menahan emosinya karena merasa diperlakukan tidak semestinya. Pasien kecewa dan marah karena merasa diabaikan oleh tim medis rumah sakit.
" Butakan saja mata saya ini kalau memang dokter tidak mau mengoperasi, daripada fokus saya terbelah," ujar Samuel Kaloke dengan nada tinggi kepada seorang dokter di ruang periksa mata A6, Klinik Kirana, RSCM, Jakarta, Selasa (10/2).

Ucapan Samuel sontak menyita perhatian orang-orang yang berada di ruang periksa berukuran  sekitar 4 x 4 meter tersebut. Dokter bergeming, tak banyak kata yang bisa disampaikan kecuali meminta Samuel agar sabar menunggu.

Samuel Kaloke adalah pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan asal Kalimantan, yang geram dengan layanan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Alasannya, rumah sakit terbesar dan terlengkap di Indonesia itu tak kunjung mengoperasi matanya.

Padahal, pria asal Balikpapan tersebut dijanjikan untuk operasi retina kedua kalinya pada tanggal 23 September 2014.

Sang dokter terlihat menulis di atas buku catatan besar bersampul merah, sembari mendengarkan keluhan Samuel.

" Saya sudah sering jatuh, tidak bisa melihat karena fokus mata saya terbelah. Kalau mata ini ditutup, malah justru bisa lihat," ujar pria 61 tahun tersebut sembari menunjuk mata sebelah kanannya.

Samuel tak bisa melihat untuk jarak pandang lebih dari 50 meter. Bahkan apabila terkena cahaya, matanya ngilu dan sakit luar biasa.  Dokter muda perempuan di hadapan Samuel hanya bisa menyampaikan keluhannya kepada dokter spesialis retina yang menangani operasi mata Samuel.

" Pasiennya banyak. Mudah-mudahan bisa cepat, saya prioritaskan nanti," ujar sang dokter di sudut ruangan.

Sedianya, Selasa hari itu, Samuel akan bertemu dokter spesialis untuk penjadwalan ulang operasi. Namun sang dokter tak kunjung muncul di RS Kirana. Padahal hanya hari itulah sang dokter spesialis berpraktik di rumah sakit pemerintah tersebut. Alhasil, Samuel hanya bertemu dokter lain yang tak tahu-menahu soal rekam medis penyakitnya. Samuel yang datang dari pulau seberang, hanya bisa meluapkan emosi. "Saya stress, duit saya habis untuk bolak-balik. Mending kalau saya tinggal di Jakarta. Tapi saya di Kalimantan. Belum untuk ongkos nginap dan makan," katanya.

Cerita Rutin

Pandangan mata Samuel Kaloke, seorang kakek berusia 61 tahun, tiba-tiba gelap pada Agustus tahun lalu. Berbekal kartu sebagai peserta Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kelas I, ia bergegas ke Rumah Sakit Umum Balikpapan, Kalimantan Timur, hari itu juga.

Kesimpulan dokter di RSU Balikpapan, ada bagian dari saraf mata kanan Samuel yang tergeser. Dokter setempat pun menyarankan Samuel bertolak ke Jakarta, menuju Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

" Di RSCM, dokter bilang saya harus operasi," kata Samuel.

Samuel tiba di RSCM pada 25 Agustus 2014. Kala itu, dia langsung menuju Rumah Sakit (RS) Kirana yang merupakan bagian dari RSCM. Tiga hari setelah itu, sekitar pukul 11.00 WIB, dia menjalani operasi mata sebelah kanan. Namun operasi tersebut ternyata bukan yang pertama karena Samuel harus kembali masuk meja operasi.

Selanjutnya pada 2 September 2014, seorang dokter RSCM menyarankan Samuel untuk menjalani operasi kedua, yang akhirnya direncakan untuk dilakukan pada 23 September. Pada tanggal yang direncanakan, Samuel kembali mengambil nomor antrean dan menjalani sejumlah pemeriksaan medis di poliklinik anestesi, rontgen, tes radiologi, dan poli internis.

" Sudah semua saya jalankan, saya kembali ke Lantai 2 RS Kirana. Suster di sana bilang, saya tidak bisa dioperasi karena ruangan penuh," tutur Samuel.

Pernyataan sang suster membuat Samuel merasa heran. Menurutnya, pihak RS semestinya memberi tahu dia lebih awal bahwa operasi tak bisa dilakukan lantaran tidak ada ruangan, sehingga dia tidak perlu menjalani serangkaian tes medis.

Yang semakin membuat Samuel merasa pelayanan RS mengecewakan adalah tidak ada kepastian kapan dia bisa kembali menjalani operasi. Samuel hanya diminta mengambil nomor urut dengan angka 183 untuk gilirannya menjalani bedah mata.

Hari itu, cerita Samuel, antrean sudah masuk ke nomor urut 60. Menurut informasi yang dia terima, RSCM melakukan lima kali operasi mata dalam satu hari. Dia pun memutuskan kembali ke Balikpapan sambil menunggu gilirannya.

Lama menunggu tanpa kabar, dia berinisiatif kembali ke RSCM pada 6 Oktober 2014. Tiba di RSCM, Samuel harus kembali menunggu, hingga di-pingpong sebanyak lebih dari tiga kali. "Saya ditipu. Dokter terakhir bilang belum bisa. Dia bilang, penyakit mata saya langka dan hanya ada satu dokter khusus," katanya.

Saat ini, kondisi mata kanan Samuel menderita retina glukoma dengan keluhan kerap berkedip, timbul bayang-bayang yang membuat sakit kepala, jarak pandang hanya 50 meter, dan sakit jika terkena cahaya. Dia mempertanyakan birokrasi di rumah sakit terbesar dan terlengkap di Indonesia itu.

Samuel telah beberapa kali melakukan komplain, baik secara langsung maupun lewat surat elektronik (email). Bahkan dia pernah mengirim keluhan ke surat pembaca sebuah majalah yang terbit secara nasional.

Surat pembaca itu membuat Wakil Menteri Kesehatan dan RSCM menghubunginya lewat telepon. Samuel diminta kembali mengambil nomor antrean.

Samuel memuji BPJS Kesehatan yang benar-benar membayar seluruh klaim atas operasi mata kanannya. Namun menyesalkan pelayanan rumah sakit terhadap pasien pengguna BPJS Kesehatan.

" Kalau saya dipermainkan, saya mau main kasar. Saya tidak menyoalkan BPJS Kesehatan, saya menyoalkan pelayanan RS yang melayani pasien BPJS Kesehatan," tandasnya.

Perlu di Audit

Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf Macan Effendi meminta agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan segera diaudit.

Menurutnya, hal itu harus segera dilakukan melihat banyaknya keluhan dan protes dari masyarakat terkait pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"BPJS Kesehatan mengatakan telah melakukan audit secara internal selama ini. Namun, kami ingin audit yang dilakukan secara independen dan menyeluruh, baik soal anggaran maupun pelayanan," kata Dede kepada pers, Kamis (9/4) malam.

Dede mengatakan audit tersebut perlu dilakukan untuk mengevaluasi apakah kucuran dana untuk BPJS Kesehatan telah digunakan secara optimal. Selain itu, juga untuk menilai apakah kucuran dana dari pemerintah telah sesuai dengan kebutuhan BPJS Kesehatan.

" Kami lihat masih ada kecurangan, baik itu dari BPJS Kesehatan maupun rumah sakit yang bersangkutan. Nanti bisa dilihat, kalau tidak ada kecurangan, BPJS Kesehatan bisa menghemat anggaran berapa persen," kata Dede.

Selain itu, Dede juga menilai layanan RS yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan masih mengecewakan. Pasalnya, fasilitas RS masih tidak sebanding dengan jumlah pasien.

" Saya baru melakukan kunjungan ke RSUD di Palangkaraya. Pihak RS mengatakan ada kenaikan pasien sebesar 200 persen sejak ada program JKN. Kami berharap, ke depannya fasilitas RS bisa diperbaiki agar dapat memanusiakan manusia," katanya.

Meski begitu, Dede mengatakan pihaknya tidak hendak menyudutkan BPJS Kesehatan. Menurutnya, kritik yang diberikan DPR merupakan bentuk keberpihakan DPR kepada BPJS Kesehatan. "Kalau tidak memuaskan, nanti BPJS Kesehatan bisa ditinggalkan masyarakat," katanya.

Di lingkup internal, BPJS Kesehatan mempunyai dewan pengawas yang terdiri dari tujuh orang. Sementara, pengawas eksternal terdiri dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

[ cnnind. / bay ]
View

Related

KESOS 5043140328288843243

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item