Kenapa Maruarar Sirait Didepak dari DPP PDIP ?


JAKARTA, BLOKBERITA -- Pengamat LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, menyayangkan tidak terpilihnya Maruarar Sirait dalam kepengurusan DPP PDIP periode 2015-2020. Dia pun mempertanyakan dosa apa yang dibuat oleh Maruarar sehingga tidak dipilih sebagai pengurus partai.

" Kalau memang dia buat dosa, dosa apa yang dibuat oleh Ara(sapaan Maruarar)?," tanya Ikrar penasaran dalam sebuah diskusi, di Gado-gado Boplo Menteng Jakarta Pusat, Sabtu (11/4).

Menurut Ikrar, selama ini loyalitas Ara untuk PDIP cukup baik dan tak perlu diragukan lagi. Bahkan baru-baru ini, kegiatan donor darah yang digagas Ara mampu memecahkan rekor MURI.

" Beberapa waktu lalu dia masuk dalam MURI, sebagai orang yang mampu mengorganisir dalam kegiatan donor darah dan itu terbanyak di Indonesia," ungkapnya.

Ikrar mengatakan, jika dosa Ara terkait konflik internalnya dengan Puan Maharani, maka hal tersebut jangan dijadikan sebagai alasan untuk dikeluarkan dari DPP PDIP.

" Kalau juga ada persoalan internal sama Puan jangan dijadikan dia keluar dari DPP," ujarnya.

Seperti diketahui Megawati telah menunjuk Sukur Nababan untuk mengisi ketua DPP Bidang Pemuda dan Olahraga. Semula jabatan ini dipegang Ara.

Disingkirkan Secara Halus

Sementara itu di tempat terpisah, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhroh menilai, susunan nama kepengurusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memicu pertanyaan publik. Terlebih beberapa tokoh partai berlambang Banteng moncong putih yang dikenal vokal mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), justru tidak terlibat dalam 27 struktur pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
" Saya kira wajar ya kalau publik ingin tahu, kenapa orang-orang yang biasanya vokal malah tidak masuk pengurus," jelas Zuhroh kepada pers, Minggu (12/4/2015).

Zuhroh menambahkan, dalam partai politik proses regenerasi merupakan hal yang mutlak, untuk itu ia menduga tidak adanya nama-nama seperti Rieke Dyah Pitaloka, Maruarar Sirait (Ara), Effendi Simbolon, Eva Sundari, serta TB Hasanuddin sebagai bagian dari penyingkiran secara halus. Terlebih dalam konteks politik yang berproses secara dinamis.

" Kita tidak tahu persis, konteks politik memang ada pertimbangannya sendiri, bisa jadi Rieke, Effendi, dan lain-lain itu mau di regenerasi," imbuhnya.
Namun, Zuhroh menggarisbawahi bahwa bentuk regenerasi dengan mencoret tokoh yang terkenal lantang berseberangan dengan kebijakan partai, sama halnya sebuah bentuk hukuman bagi yang bersangkutan. Sebab itu, ia menyebut nama-nama tersebut kemungkinan telah mendapat cap partai sebagai kader yang tidak bisa diatur.

" Saya kira tokoh-tokoh yang membangkang itu dianggap tidak bisa diatur, jadi perlu diberi penalti dengan tidak dilibatkan dalam kepengurusan," pungkasnya.    [ merdeka / okez / ram ]


View

Related

POLITIK 9187374095853751776

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item