In Memorian: Abdul Latif Algaff Kolektor Buku dan Suka Berorganisasi

BLOKBERITA, BANGKALAN – Ratusan karangan bunga berjejer di kanan dan kiri Jalan Kinibalu, Kelurahan Mlajah, Bangkalan. Tepatnya di sekitar rumah nomor 11. Karangan bunga tersebut merupakan ucapan turut berdukacita. Warga silih berganti datang ke rumah duka itu.
Abdul Latief Algaff berpulang. Dia aktivis senior di Madura, khususnya Bangkalan. Namanya disebut sebagai pejuang Jembatan Suramadu dan industrialisasi di Madura. Jabatan terakhir Latief yakni sebagai Direktur Utama (Dirut) Dana Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.

Mohammad Ahid Algaff, adik kandung almarhum Latief, menceritakan almarhum meninggal Kamis (12/7) sekitar pukul 08.15 WITA di Ternate, Maluku Utara. Saat itu Latief menjalankan tugas di Indonesia bagian timur. Jenazah tiba di rumah duka di Mlajah sekitar pukul 21.00 kemudian dikebumikan sekitar pukul 23.00.

”Setelah turun dari pesawat muntah-muntah. Dirawat di rumah sakit kemudian meninggal dunia,” ucap Ahid yang merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Almarhum dikenal sebagai sosok pengayom dan getol dalam urusan pendidikan.

Keluarga sangat bangga pada sosok almarhum. Latief dikenal suka membaca buku dan berdiskusi serta aktif berorganisasi. Almarhum mulai aktif berorganisasi sejak SMP. Saat itu menjabat ketua organisasi siswa intra sekolah (OSIS). Sebelum wafat, almarhum ingin melanjutkan pendidikan S-3.
Banyak hal yang ingin diwujudkan untuk Madura. Terutama dengan adanya Jembatan Suramadu. Skripsi almarhum untuk meraih gelar sarjana seputar industrialisasi di Madura. Sejumlah organisasi dicetuskan. Di antaranya, Ikatan Mahasiswa Bangkalan (Imaba), Badan Silaturrahmi Ulama Madura (Basra), dan Persatuan Mahasiswa Ilmu Administrasi Seluruh Indonesia (Permadi).

”Banyak tokoh besar pernah dikader beliau. Seperti Anies Baswedan, gubernur DKI Jakarta. Orangnya berpikir ke depan. Tidak hanya untuk jangka pendek,” kata Ahid bercerita sembari menggendong buah hatinya.

Almarhum menempuh pendidikan di SDN Kemayoran 1 Bangkalan, SMPN 2 Bangkalan, dan SMAN 1 Bangkalan. Kemudian S-1 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Setelah itu melanjutkan studi S-2 di Universitas Indonesia (UI) Jakarta.

Selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, Latief merupakan sosok aktivis. Organisasi tingkat jurusan, universitas, hingga ekstra kampus pernah dijajaki. Di antaranya, menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara di tingkat jurusan, ketua senat Fisipol UGM, dan Ketua Permadi Indonesia.

”Dia aktif berdiskusi dengan para pejabat. Sering memimpin demo. Dia juga yang memimpin demo 1988,” lanjut dosen Universitas Trunojoyo Madura (UTM) itu.

Meski menjabat unsur pimpinan pada salah satu badan usaha milik negara (BUMN), almarhum aktif menjadi aktivis di area kerja. Di masa kerja almarhum menjabat sebagai Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN periode 2009–2014. Ahid menjelaskan, semasa menjadi aktivis, banyak orang mengira almarhum akan menjadi politikus.

Latief berkiprah di BUMN yang bergerak di bidang jaminan sosial ketenagakerjaan selama 22 tahun. ”Pernah ditawari menjadi anggota dewan, namun ditolak. Banyak tawaran tapi almarhum tidak terjun di dunia politik. Beliau sosok yang banyak menginspirasi,” jelasnya.

Sementara itu, sebagai sahabat karib almarhum, Harun Al-Rasyid mengaku tidak menyangka dan kaget mendengar teman seperjuangannya berpulang. Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Jawa Timur itu mengaku sudah bersama almarhum sejak masa duduk di bangku SMA.
”Selama kuliah kami juga sering berada di forum-forum nasional. Di pertemuan-pertemuan Fisip se-Indonesia. Saya mewakili Universitas dari Jember. Dia dari UGM,” ujarnya.

Kesan yang tidak akan terlupakan, menurut Harun, yakni perjuangan bersama almarhum menghadapi industrialisasi yang ditandai dengan adanya pembangunan Jembatan Suramadu. Pada 1988, jembatan sepanjang 5,3 kilometer itu masih sebatas wacana dari hasil studi Tri Nusa Bima Sakti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Studi yang dilakukan untuk menghubungkan Jawa-Madura, Jawa-Bali, dan Jawa-Sumatera. Hasil studi itu paling layak teknis dan ekonomis yaitu menghubungkan Jawa-Madura. Dengan adanya rencana tersebut, dia dan almarhum berinisiatif mempersiapkan masyarakat Madura khususnya Bangkalan sebagai pintu gerbang menghadapi era industrialisasi.

”Kami bersama para tokoh-tokoh di Madura saat itu. Isu besarnya bukan Jembatan Suramadu, tapi industrialisasi di Madura. Setiap saat di forum-forum nasional kami berbicara soal Madura,” kenangnya.

Sebagai aktivis di masa Presiden Soeharto, Harun dan Latief kerap tampil di panggung nasional. Satu lagi aktivis yang kerap bersanding yaitu Saifullah Yusuf atau akrab disapa Gus Ipul.
”Kami bertiga dikenal tiga serangkai di forum-forum nasional. Saya, Latif, dan Gus Ipul. Sampai saat ini saya belum menyangka teman terbaik saya berpulang lebih dulu. Semoga almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya,” ucap dia. (bmw/radarbangkalan).
View

Related

REGIONAL 869461607452186984

Posting Komentar

Follow us

Terkini

Facebook

Quotes



















.

ads

loading...

Connect Us

loading...
item