Batu Satam, Meteor yang Menjelma Jadi Akik
https://kabar22.blogspot.com/2015/11/batu-satam-meteor-yang-menjelma-jadi.html
BELITUNG, BLOKBERITA -- Belitung dalam lidah lokal
menjadi 'Belitong', ini sebabnya Andrea Hirata dalam novelnya lebih
gemar menggunakan huruf "O" daripada "U" untuk nama pulau ini. Tapi
Belitung dalam lidah orang asing menjadi 'Billiton'.
Kata ini kemudian berevolusi menjadi 'Billitonite', nama sebuah batu yang jadi khas Belitung. Billitonite seperti dijelaskan dalam Ruang Literary Earth, Museum Kata Andrea Hirata, Desa Gantung, Kecamatan Lenggang, Belitung Timur, merupakan batu yang secara kimiawi tersusun atas senyawa silica (SiO2).
Batu ini termasuk jenis Tektites, yakni batu yang terbentuk akibat lelehan permukaan bumi yang tertabrak meteor panas. Masyarakat Belitung lebih suka menyebut Billitonite sebagai Batu Satam.
Batu hitam pekat ini diperkirakan terbentuk akibat tumbukan asteroid yang jatuh di Teluk Tonkin, Indonesia, 800 ribu tahun silam. Demam akik menjadikan Batu Satam punya nama. Berbeda dengan akik lainnya, Batu Satam tidak memiliki bongkahan. Masyarakat mencarinya di sela-sela pasir bekas tambang timah dalam bentuk batu kerikil.
"Dia bentuknya sudah bulat-bulat begini saja, mungkin karena pecahan meteor, jadi tidak ada bongkahannya," ujar salah satu penjual Batu Satam, Teddy.
Untuk
menilai kualitas Batu Satam tak perlu menggunakan senter. Nilai Batu
Satam dilihat dari jumlah garis atau 'urat' pada batunya. "Makin banyak,
makin mahal dia," terang Teddy.
Batu Satam termahal koleksi Teddy di Belitung Timur, Bangka Belitung,
dengan jumlah urat yang cukup rumit. Harganya sekitar Rp 1 juta-an.
Sabtu (21/11/2015) siang itu, Teddy sedang asyik memoles koleksi batu dalam bengkel kerjanya di Galeri Lukis Laskar Pelangi, Desa Lenggang, Kecamatan Gantung, Belitung Timur.
"Itu Batu Satam bang?" tanya KompasTravel.
Teddy menggeleng dan mempersilakan masuk. Ia menampilkan koleksi Batu Satamnya. Ada lebih dari 30 batu, dari yang sudah bercincim hingga yang masih mentah.
Masing-masing batu dibanderol Teddy dengan harga Rp 170.000 - Rp 250.000. Tapi ada satu yang ukurannya cukup besar dengan urat yang rumit bisa ia jual sekitar Rp 1 juta.
Kata ini kemudian berevolusi menjadi 'Billitonite', nama sebuah batu yang jadi khas Belitung. Billitonite seperti dijelaskan dalam Ruang Literary Earth, Museum Kata Andrea Hirata, Desa Gantung, Kecamatan Lenggang, Belitung Timur, merupakan batu yang secara kimiawi tersusun atas senyawa silica (SiO2).
Batu ini termasuk jenis Tektites, yakni batu yang terbentuk akibat lelehan permukaan bumi yang tertabrak meteor panas. Masyarakat Belitung lebih suka menyebut Billitonite sebagai Batu Satam.
Batu hitam pekat ini diperkirakan terbentuk akibat tumbukan asteroid yang jatuh di Teluk Tonkin, Indonesia, 800 ribu tahun silam. Demam akik menjadikan Batu Satam punya nama. Berbeda dengan akik lainnya, Batu Satam tidak memiliki bongkahan. Masyarakat mencarinya di sela-sela pasir bekas tambang timah dalam bentuk batu kerikil.
"Dia bentuknya sudah bulat-bulat begini saja, mungkin karena pecahan meteor, jadi tidak ada bongkahannya," ujar salah satu penjual Batu Satam, Teddy.
Sabtu (21/11/2015) siang itu, Teddy sedang asyik memoles koleksi batu dalam bengkel kerjanya di Galeri Lukis Laskar Pelangi, Desa Lenggang, Kecamatan Gantung, Belitung Timur.
"Itu Batu Satam bang?" tanya KompasTravel.
Teddy menggeleng dan mempersilakan masuk. Ia menampilkan koleksi Batu Satamnya. Ada lebih dari 30 batu, dari yang sudah bercincim hingga yang masih mentah.
Masing-masing batu dibanderol Teddy dengan harga Rp 170.000 - Rp 250.000. Tapi ada satu yang ukurannya cukup besar dengan urat yang rumit bisa ia jual sekitar Rp 1 juta.