Layakkah Seorang Presiden Masih Jadi Petugas Partai ?
https://kabar22.blogspot.com/2015/04/layakkah-seorang-presiden-masih-jadi.html
JAKARTA, BLOKBERITA -- Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengingatkan seluruh kader PDIP adalah petugas partai, tak terkecuali Presiden Joko Widodo. Hal itu ditegaskan Mega saat memberikan kata sambutan di Kongres IV PDI Perjuangan di Sanur, Bali, beberapa waktu lalu.
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai pernyataan Megawati itu suatu hal yang wajar dan tidak perlu diperdebatkan. Menurut Emrus, keikutsertaan Presiden Jokowi dalam kongres adalah murni sebagai kader PDI Perjuangan.
" Saya mengatakan jika setiap orang dalam partai politik adalah petugas partai. Siapa pun juga, tidak hanya Jokowi termasuk Megawati juga adalah petugas partai. Saya heran, kok ini menjadi suatu masalah yang diperdebatkan," ujar Emrus, Minggu (12/4).
Lanjut Emrus, dalam negara demokrasi, ada kesepakatan dalam suatu parpol untuk memperjuangkan ideologinya. Presiden Jokowi adalah seorang kader PDIP, karenanya wajib memperjuangkan ideologi partainya sejalan dengan tugas kepresidenan yang menjadi tanggungjawabnya untuk kesejahteraan orang banyak.
" Kita negara demokrasi termasuk elemennya adalah parpol. Jadi ada kesepakatan orang-orang di dalamnya untuk perjuangkan ideologi. Wajib bagi mereka untuk perjuangkan ideologi partainya. Tak terkecuali presiden, sepanjang dan segaris dengan tugas negara yang diembannya. Jadi tidak ada yang perlu diperdebatkan. Saya sepandangan dengan Bu Mega, semua kader partai adalah petugas partai," lanjut Emrus.
Lebih lanjut Emrus menjelaskan, sebagai seorang presiden yang diusung oleh PDIP, Presiden Jokowi mempunyai tugas dan amanah dari partainya. Amanah partai itulah yang ditagih Megawati sebagai Ketua Umum PDIP.
Pidato Megawati, tambah Emrus, tidak hanya ditujukan kepada Jokowi saja, melainkan untuk seluruh kader PDIP yang hadir pada kongres itu.
" Presiden dicalonkan partai, wajib bagi dia bawa kepentingan partai disamping tugas untuk negara. Kampanye Jokowi tentang Nawa Cita itulah yang ditagih Megawati. Wajib bagi dia karena itu janji politik dan misi PDIP," katanya.
Lagipula, kata dia, Jokowi bukan datang di Kongres PDIP sebagai presiden, tapi kader PDIP. "Pidato Mega bukan hanya untuk Jokowi tapi bupati, gubernur dan menteri sebagai kader PDIP. Yang dari PDIP wajibkan wujud janji mereka saat kampanye," kata Emrus.
Di luar itu, tegas Emrus, pada dasarnya setiap orang mempunyai fungsi dan kedudukan yang berbeda kendati dia seorang pemimpin. Sama halnya dengan Presiden Jokowi, pada saat kongres dia berkedudukan sebagai anak dan Megawati adalah ibu mereka semua.
" Kecuali Jokowi datang bukan sebagai kader. Analoginya begini, apakah Jokowi selalu datang sebagai presiden, misalnya datang di rumah orang tuanya dan ibunya panggil yang terhormat Presiden Jokowi. Jadi setiap orang punya peran multi. Jokowi sebagai anak, Mega sebagai ibu. Supaya terjadi harmonisasi harus ada multi peran. Jokowi duduk sebagai kader, wajib dengar pemimpin partai dan itu wajar," tegas Emrus.
Celoteh:
Yang jadi pertanyaan adalah ketika presiden sebagai petugas partai, maka otomatis jabatan presiden di sini tak bisa lepas dari intervensi partai, padahal semestinya ketika seseorang kader / petugas partai terpilih menjadi presiden maka hubungan / interaksinya dengan partai sudah netral karena setelah menjadi presiden maka ia harus berpihak atau fokus pada semua golongan / partai karena ia telah menjadi milik semua ( negara dan rakyat ) bukan milik partai lagi. Kalau presiden masih menjadi petugas partai, maka hampir bisa dipastikan presiden sangat sulit untuk bersikap obyektif dan indipenden. Ada kalimat bijak yang bisa jadi rujukan dalam polemik ini adalah " Ketika loyalitas / jabatan untuk negara di amanahkan, maka kesetiaan / jabatan kepada partai berakhir ".
[ merdeka / bbcom / mrhill ]